Pidato Kelahiran Jiwa Seorang Bayi, 1 Sura 1946 Tahun Jawa

Benang MerahSelamat tengah malam!

Seorang jiwa bayi telah lahir pada 1 Sura 1946 tahun Jawa. Semoga ia menjadi anak yang nakal tapi bukan kurang ajar. Menjadi anak yang digadang.

Semoga ia lekas besar, teguh seperti karang. Menjadi anak pemberani untuk menyusuri jalan sepi. Jalan yang tak banyak dipilih oleh yang lain.

Suatu saat, mungkin hanya anak ini yang akan menjadi mata air paling murni. Tersembunyi di pinggir pabrik air kemasan botol.

Lahir pada malam sunyi. Hening. Malam munculnya buluh perindu bagi yang tahu. Setahun sekali bagi yang berjodoh. Bayi ini lahir untuk mengawali lagi suatu jiwa lama yang entah sudah kemana. Sebab terkesan dan heran pada jiwa lama, jiwa yang baru lahir ini ingin “ada” dan “menjadi” kembali. Kelahirannya disambut selamatan dengan “cok bakal pepek ubo rampene” sebagai sesaji sesuai tradisi. Cok bakal berisi perlambang segala doa, senjata dan bekal tak kentara yang akan mengantar dan menjaga tumbuhnya.

Tiga batang dupa. Asapnya mengantarkan puja doa kepada Leluhur Punjer Sedulur, Ibu Bumi Bapa Angkasa dan Gusti Ingkang Ngakarya Jagad.

Kembang 3 rupa; Khanthil (putih), Kenanga (hijau), Mawar (merah). Sebagai perlambang mewakili warna dan sikap seorang bijak. Khanthil putih hatinya bersih, prasangka ada hanya untuk dirinya sendiri. Khanthil artinya turut lekat terikuti oleh mereka yang hanya benar-benar mengerti. Kenanga hijau menyegarkan, membawa tawa dan pengobat luka gulana. Mawar merah darah melambangkan keberanian dan kesetiaan hati memperjuangkan apa yang memang layak untuk diperjuangkan hingga “pecahing dada, wutahing ludira.”

Bumbu dapur lengkap. Dari garam hingga ketumbar. Dari kunyit hingga kunci. Dari daun jeruk hingga kenari. Kelengkapan ini adalah lambang bekal yang telah disediakan semesta raya. Ia akan tumbuh tangguh, diberi makan oleh alam baik raga maupun jiwanya.

Benang, agar ia dapat mengikat kebaikan. Jarum, agar ia menolong menambal yang bolong. Sisir, agar ia berdandan tampan dalam penglihatan. Pisau, agar ia tajam mengucap kebenaran. Kaca, agar ia selalu bercermin dalam kebajikan dan kebijakannya. Telur, mendidik cikal bakal menjadi penerus handal melanjutkan “ageman”.

Seikat daun sirih, kapur dan gambir. Sirih, menjaganya agar selalu bersih. Kapur, menetralkan dan mengatur segala rasa. Gambir, sengir dikunyah membuat berpikir tentang lahir, batin dan takdir.

Sepasang kendhi. Kendhi menjadi wadah atas berkah dan anugrah yang tidak akan pernah kosong. Selalu terisi dari Sang Maha Pemberi.

Rokok klobot. Candu alam teman berpikir. Asapnya melayang, bergerak bersama angin menyampaikan kepada seluruh alam tentang harapan dan segala apa yang membuatnya berpikir.

Kopi pahit hitam pekat. Hitam dan kepahitan dunia melekat dalam ciptaan. Ia akan selalu ada menjadi dirinya. Bergumul. Bergandengan. Bersama dalam masa yang terjalani.

Air tanah. Sumber panguripan bagi yang hidup. Mengalir pada apa yang dimakan, pada pohon, pada kertas, pada buku, pada teman, pada saudara, pada lawan, pada kekasih, pada darah dan pada semua yang punya nyawa.

Semua syarat terangkai, tersaji menjadi sesaji. Yang kentara dan yang tak kentara menjadi saksi sebuah upacara sakral secara esensi. Sebuah tradisi yang masih dijalani.

Saatnya doa diucap. Doa sapu jagad yang akan menjadi jimat bagi Si Jabang Bayi. Menjadi akad sampai waktu yang terjalani.

“Rahayu. Rahayu wilujeng, wilujenga wiwit sakniki dumugi selamine www.indonesiasastra.org

Terima kasih tanpa kembali untuk saudara sebadan, sedarah, sepikiran, se-air penghidupan dan saudara yang tak kelihatan!

“Gung sih atur kula kagem andika sedaya! Rahayu sagung dumadi!”

 

Nuwun,

 

Oleh: Sura Dananjaya

3 Komentar Pembaca

  1. Teguh Puja

    Semoga kelahirannya membawa banyak manfaat di seantero jagad raya. Membawa sesuatu yang hilang dan menjelmakannya kembali dalam rupa yang digdaya.

    Balas

Kirim Komentar Anda

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Gunakan bahasa atau kata-kata yang santun dan tidak mengandung unsur SARA. Terima kasih atas partisipasi Anda dan selamat berkarya.

© 2013. Indonesia Sastra Media.  |  Kembali ke atas