Kembang: Filosofi dan Kearifan Lokal dari Tanah Blambangan

kembang 1Hari Minggu kemarin terasa datang tiba-tiba, membuat saya kangen dengan Banyuwangi (tanah Blambangan) dimana saya dibesarkan. Sebuah wilayah yang berada di ujung Timur  Selatan pulau Jawa.

Kangen saya berkembang dan ingat pada sebuah lagu berbahasa Osing berjudul “Kembang”, ciptaan: Komeng dan dinyanyikan oleh dara Osing bernama Lisa. Saya juga ingat bahwa video klip sederhana dari lagu ini dibuat di lokasi SMU 1 Glagah di mana saya pernah bersekolah.

Berikut adalah lirik dari lagu yang saya maksud dan saya coba akan terjemahkan memakai bahasa Indonesia (secara bebas) sesuai dengan yang saya pahami.

Lirik lagu: ”Kembang”
cipt. Komeng

umpomo siro kembang, mekaro ono ring taman
wangio siro kembang, aran enak disawang.

kembange ati iki, sung rumat lan sun sayangi
ojo dhuwe sifat sombong angkuh ambi kancane

mekaro! wangio! sun pujo siro kembang
jejeko langkah siro, madhepo nang Pangeran

masiyo siro kembang ring antarane kembang
masiyo akeh kembang tapi wangine liyo

Terjemahan bebas dari lirik lagu “Kembang”

seumpama engkau kembang, mekarlah di taman
harumlah engkau wahai kembang, juga agar indah dipandang

kembang dari hati ini, ku rawat dan ku sayangi
jangan pernah punya sifat sombong, angkuh pada yang lain

mekarlah! wangilah! ku puja dirimu wahai kembang!
kokohlah langkahmu, beriman dengan penuh pada Sang Pencipta

meski engkau hanya kembang diantara kembang yang lain
meski banyak kembang tapi harummu tidak sama dari kembang-kembang yang lain.

Saya selalu tertarik dengan lirik dari lagu-lagu Banyuwangi, terutama lagu-lagu lama. Lirik lagu di atas terkesan sederhana, tapi menurut saya memiliki makna mendalam terkandung di dalamnya.

Bait pertama, merupakan sebuah petuah agar kita selalu menjadi baik dan mampu untuk menempatkan diri. “umpomo siro kembang, mekaro ono ring taman.” Mekarlah di taman, bukan di tempat lain, mungkin petuah ini ditujukan lebih kepada remaja putri Banyuwangi yang sedang mekar agar tidak sembarangan dalam bergaul. Tunggulah hingga berada di “taman” yang seharusnya, lalu ‘mekar”lah semekar-mekarnya.

Bait kedua merupakan petuah untuk selalu menjaga hati, menjauhkan diri dari sifat sombong. Hati yang bersih adalah satu-satunya sarana untuk mengetahui mana yang baik dan tidak. Kesombongan adalah belati yang dapat melukai diri sendiri dan orang lain. “Ojo dhuwe sifat sombong, angkuh ambi kancane!”

Bait ketiga mengandung petuah agar menjadi sosok pribadi yang maksimal, berhati mulia sebagaimana tujuan manusia diciptakan. “Mekarlah! Wangilah! Engkau wahai kembang! Pada bait ini juga tercermin untuk menjadi makhluk yang kokoh dan beriman pada Sang Pencipta Alam. “Jejeko langkah siro! Madhepo nang Pangeran!”

Bait keempat mengandung petuah agar kita menjadi sosok yang memiliki karakter, memiliki sebuah identitas dan idealisme yang akan membedakan kita dari pribadi-pribadi lain, tanpa menjadi “aneh” dari yang lain. Tetap menjadi kembang diantara kembang-kembang lain, tetapi memiliki bau harum yang khas berbeda dengan bau kembang lain.

masiyo siro kembang ring antarane kembang,
masiyo akeh kembang tapi wangine liyo!

Semoga bisa menjadi sebuah bahan yang dapat direnungkan sebagai bagian dari proses diri kita untuk menjadi lebih baik.

Salam,

Oleh: Sura Dananjaya

2 Komentar Pembaca

Kirim Komentar Anda

Silahkan isi nama, email serta komentar Anda. Namun demikian Anda tidak perlu khawatir, email Anda tidak akan dipublikasikan. Gunakan bahasa atau kata-kata yang santun dan tidak mengandung unsur SARA. Terima kasih atas partisipasi Anda dan selamat berkarya.

© 2013. Indonesia Sastra Media.  |  Kembali ke atas