Nasib buih di lautan tak kentara ketika malam, setia menyapa pasir dan angin bersama gelombang. Di pulau kecil tak berpenghuni, ada cerita yang tak diketahui. Hanya terbaca cahaya bulan dalam malam temaram. Ini kisah tentang kepiting kecil bercapit satu yang bertanya perihal surga.
Kepiting kecil bercapit satu gundah dengan sebuah tanya. Ia mencoba mencari jawab pada bintang yang jauh, asing tak dikenalnya. Tak ada jawab.
Ia berpaling pada karang. Karang membisu kokoh tak bergeming tanpa juga bicara. “Apakah karang ini sudah tuli karena terlalu sering dihempas keras ombak saban hari?” Tanyanya dalam hati.
Mulai kecewa, kepiting kecil bercapit satu berjalan miring mencari jawab pada belantara. Di belantara tak ada yang menyapanya, apa lagi tempat untuk bertanya. Akhirnya, kecewa habis pada puncaknya. Ia memutuskan duduk sendiri dalam sepi, berpikir mencari jawab atas tanyanya.
Sambil merenung, ia bersenandung. Lagu sorak merayakan ombak yang tiada pernah berhenti menghampiri pantai. Lagu gembira satu-satunya yang ia tahu dari ibu, diajarkan kepadanya sebelum ibu dan seluruh keluarganya pergi entah ke mana. Yang ia tahu, ia tiba-tiba sudah sendiri pada suatu pagi.
Sebelum lagu usai, ia berhenti. Kepiting bercapit satu telah memutuskan bahwa ia menemukan jawaban pasti tentang surga yang dicari. “Surga yang kucari sudah ketemu!” Teriaknya dalam hati. Ia memutuskan memberi jawaban atas tanyanya sendiri .
Iya, pada capitnya yang tinggal satu.
Iya, surga itu ada hanya ada pada dan oleh dirinya sendiri.
Oleh: Sura Dananjaya
Suatu karangan yg sederhana tp bermakna dalam, bahwa surga (kebahagiaan) itu tak perlu dicari, karna surga itu ada dlm diri kita.
@Nusa Tjahja Pratiwi
Terima kasih atas apresiasinya, semoga bisa menjadi bahan refleksi bagi kita semua.
Salam,
:’)
sk skali bagian ini:
Lagu gembira satu-satunya yang ia tahu dari ibu, diajarkan kepadanya sebelum ibu dan seluruh keluarganya pergi entah ke mana.
@Diandra Sastrani
Sosok ibu selalu lekat meninggalkan jejak, baik yang kentara maupun yang tak kasat mata.
Oww…. Kisah ini seperti secuil dari realitas kehidupan kita, namun sarat makna. Sangat menginspirasi. Semoga Sastra Indonesia selalu jaya.
@Rianto Alsuyoso
Kehidupan memberikan banyak contoh dan pembelajaran. Ujian bukan hanya seperti UAN, tetapi juga ada ujian dalam kehidupan yang harus kita lalui dengan berbekal pelajaran yang bisa kita peroleh dari alam.
Terima kasih banyak atas doanya Mas Rianto Alsuyoso.
Salam,
Tulisan yang ringan, namun mengena
Kadang kita lupa, bahwa kebahagiaan bisa didapatkan dari dalam hati, dan dari diri sendiri.
Cerita tentang makna ‘bersyukur’.. inspiratif..
@Achmad Suryadi
Terima kasih atas apresiasinya, semoga bisa menjadi bahan refleksi bagi kita semua.
Oh.. kepiting bercapit satu, titip salam buat teman-temanmu disana,
maafkan aku sebagai manusia yang kadang membuat temanmu si karang menghitam akibat sampah-sampahku
yang membuat temanmu si ombak tak lagi jernih tercemar polusiku
yang membuat temanmu si ikan kecil tak dapat hidup lebih lama
@LareGunung
Semoga kita manusia kini lebih sadar mesti berbuat apa!
Kereeennn
Btw, kenapa milih kepiting bercipit satu? :)
@Reza Bastian
Karena kepiting biasanya bercapit dua. Ia adalah simbol manusia dengan segala kekurangannya.
Sebuah karangan yang sederhana tapi mengetuk kesadaran setiap pembacanya, bahwa pada setiap kekurangan ada kelebihan masing-masing.. Terima kasih untuk wawasan-inspirasi yang saya peroleh dari cerita ini..
menarik, sebuah refleksi kehidupan yang dalam. Terkadang kita lupa akan apa yang Tuhan karuniai kepada kita. Kita sibuk dengan menyalahi orang lain, lupa pada apa yang ada di dalam diri.
Karena acap kali kita buta dan tuli terhadap kebahagiaan yang ada di dekat kita dan terus mengejar sesuatu yang tak pasti
Hohoho jadi ini kisah yang diceritakan kemarin? Ha, aku tahu satu nama penamu *PLAK!
Memang, surga dan neraka di dunia itu bisa kita ciptakan di dalam hati ya.