Senin pagi salah satu stasiun televisi menayangkan berita tentang Ali, seorang anak dari Polewali Mandar, Sulawesi. Ali masih berumur 5 tahunan, bersekolah PAUD. Ayahnya telah lama mati, ibunya buta dan tuli. Kakaknya mengalami keterbelakangan mental, adiknya baru berumur 3 tahunan.
Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Ali memasak mie dan kadang seadanya untuk keluarganya. Ali sering terlambat sekolah karena harus mengurusi seluruh keluarganya. Sesuai sekolah, Ali mencari nafkah memetik buah. Buah langsap untuk mendapatkan upah duapuluh ribu rupiah. Musim panen buah jauh dari pemenuhan kebutuhan, karena musim hanya berlangsung sekitar 3 bulanan.
Saya tak mempertanyakan janji pak Bupati yang akan membantu Ali atau peran negara dalam mengurusi warganegaranya. Saya lebih mempertanyakan serta kagum terhadap Ali atas kesadaran, kesediaan serta kemampuannya memikul beban atas seluruh keluarganya. Dari mana Ali mendapatkan kesadaran semacam itu, yang pasti bukan dari tingginya tingkat pendidikan. Ali masih bersekolah di tingkatan PAUD, Ali masih berumur 5 tahunan. Ali sudah bisa mandiri meski dengan segala beban. Sepertinya negara harus belajar dan studi banding kepada Ali.
Setiap pagi sebelum sekolah, ia memasak apa adanya untuk seluruh keluarganya. Seusai sekolah ia memetik buah agar mendapat upah duapuluhribu rupiah. Bapaknya telah lama mati. Ibunya buta dan tuli. Kakaknya mengalami keterbelakangan mental. Adiknya baru berumur 3 tahunan. Ali masih bersekolah di tingkatan PAUD dan belum berpikir untuk melanjutkan. Ali,
Oleh: Jahnawi
Terimakasih atas informasinya, menjadikan mentafakuri ayat Quran : “Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan”.
Mensyukuri nikmat yang telah Alloh berikan kepada saya dan keluarga, mengambil teladan dari Ali serta mendoakan dan membantu yg terbaik untuk Ali.